Kisah misteri dibalik Indahnya Gedung Bumi Siliwangi Bandung




Bagi warga Bandung dan sekitarnya pasti sudah tidak asing lagi dengan sebuah bangunan heritage di daerah lembang atau lebih tepatnya di kawasan universitas pendidikan bandung (UPI). Bangunan bernama villa Isola ini dibangun pada Oktober 1932 dan selesai pada Maret 1933, relatif cepat untuk sebuah bangunan megah. Tapi sedikit orang tahu siapa pemilik villa Isola ini dan kisah tragis yang dialaminya.

Nama Villa Isola mungkin tidak banyak yang mengenalnya, karena nama ini sudah diganti dengan “Bumi Siliwangi” yang sekarang menjadi gedung rektorat Kampus UPI (yang dulu dikenal dengan IKIP). Saya berkesempatan mengunjungi vila ini setelah mengalami renovasi di bagian depannya

Villa Isola adalah sebuah vila yang dimiliki oleh Dominique Willem Berretty, seorang “raja koran” keturunan indo Jawa-Belanda, yang sangat kaya-raya. Kehidupannya konon sangat mewah dan glamour pada masanya. Pembangunan vila ini pun dilakukan pada masa krisis global, namun Tuan Berretty sanggup mengeluarkan uang guldennya yang sangat mahal (sekitar 250 milyar rupiah hari ini) untuk membayar seorang arsitek terkemuka saat itu yaitu Charles Prosper Wolff Schoemaker, yang memliki kontribusi besar dalam pembangunan gedung-gedung kolonial di Bandung.

Desain arsitektur Villa Isola ini sangat terasa bergaya art deco. Di masa itu, Belanda memang sedang dalam pamornya membangun bangunan-bangunan yang memiliki ciri khas atau keunikannya tersendiri. Schoemaker nampaknya mewujudkan ciri tersebut dengan desain bangunan vila yang terbilang unik atau berbeda dengan desain bangunan yang umumnya bergaya campuran Eropa dan Hindia Belanda. Sementara desain Villa Isola, lebih kuat terasa gaya bangunan Eropanya dibanding gaya bangunan tropisnya. Menurut beberapa arsitek Indonesia, detil desain bangunan Villa Isola dinilai tidak ramah dengan cuaca Indonesia yang penghujan. Ada banyak bagian-bagian yang mudah menjebak air hujan dan membuatnya menjadi lembab. Benarkah seperti itu?

Sejak vila ini berdiri, Berretty tidak sempat menikmati lama tinggal di vila yang berlokasi di Jl. Setiabudi ini. Kehidupan mewahnya membawa ia hidup dengan banyak intrik dengan pemerintahan Hindia Belanda. Berretty memang dikenal memiliki kedekatan dengan pemerintah Hindia Belanda hingga korannya pun disinyalir sering menjadi corong pemerintah Belanda. Namun ia pun memiliki kedekatan khusus dengan pemerintah Jepang, yang kemudian membuat geram pemerintah Belanda. Kehidupan yang penuh intrik ini membuat Berretty sering menyendiri dan enggan bertemu banyak orang. Tidak heran jika Villa Isola yang tenang dan damai ini dijadikan semacam tempat untuk berdiam diri oleh Berretty. Di bagian dalam vila tertulis “M’ Isolo E Vivo” yang artinya kurang lebih: menyendiri untuk bertahan hidup

Cilakanya lagi, gaya hidup Berretty yang sering berganti-ganti isteri, sempat membuat seorang gubernur jendral marah, karena yang dinikahinya adalah anak wanitanya. Kesuksesan Dominique tidak luput dari pribadinya yang glamour dan sosialita, kalau anda pernah lihat film The Great Gatsby maka seperti itulah kehidupan Dominique. Ia adalah sebuah pribadi yang memukau sekaligus berantakan dan tidak terkendali. Bahkan kehidupan pribadi Dominique tidak pernah lepas dari sorotan publik. Tercatat ia pernah menikah sebanyak enam kali dan menghamili beberapa wanita. Segala polemik dan intrik Berretty berujung pada akhir hidupnya yang tragis. Saat Berretty berada di Belanda, istrinya mengundang Berretty untuk pulang natalan ke Indonesia, sayangnya dalam perjalanan dari Belanda ke Indonesia, pesawat yang ditumpanginya jatuh di perbatasan Suriah.

Pada Tahun 1934 pula ANETA mendapat pukulan telak dari dunia bisnis telekomunikasi yang berubah haluan dari telegaf ke telepon nirkabel. Kondisi ini membuat Dominique harus mencari investor baru dan ia pun pergi menuju Belanda. Desember 1934 setelah bertemu dengan para investor yang berniat membeli ANETA, Dominique pulang menggunakan pesawat DC 2 "uiver" dalam sebuah penerbangan reguler Amsterdam - Batavia. Penerbangan ini memuat empat awak dan tiga penumpang termasuk Dominique serta kargo 350kg surat. Na'as the great gatsby dari Batavia tidak pernah kembali menginjakkan kakinya di Batavia, sebab 20 Desember 1934 pesawat DC 2 "uiver" jatuh di Syria dekat perbatasan Irak.

Laporan resmi menyebutkan DC 2 "uiver" jatuh karena tersambar petir namun desas-desus yang santer beredar menyebutkan bahkan pesawat malang tersebut ditembak. Konon gubernur B.C De Jonge adalah otak dibelakang jatuhnya pesawat Dominique, ia sengaja berkonspirasi menghilangkan nyawa the great gatsby dari Batavia. Mengorbankan satu pesawat dengan empat buah awaknya, membuktikan bahwa Dominique Barretty adalah ancaman penting bagi Belanda saat itu. , namun menurut info lain mengatakan jika pesawat tersebut jatuh karena ditembak oleh tentara Inggris. Info lain tadi menyebutkan bahwa kedekatan Berretty dengan pemerintah Jepang cukup membuat kerajaan Belanda dan Inggris menganggap orang ini berbahaya dan menjadi ancaman. Namun akhir dari kebenaran kisah jatuhnya pesawat yang ditumpangi Berretty hingga kini tidak pernah terungkap.

Sumber: Halo Halo Bandung

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post